Aku dan Ciriko



Minggu, 26 Desember 2010

Pukul 05.00 WIB
Pagi yang dingin. Seusai sholat Subuh, enaknya tidur lagi kali ya. Tapi tunggu dulu, aku punya janji untuk ikut berkecimpung di acara kemah pesantren alam di Ciriko, Bogor. Aduh, pasti bakal ribet banget nih! Dari beberapa pengalaman yang sudah kupelajari dari acara-acara kemah sebelumnya, belum pernah rasanya aku merasa nyaman dan aman saat kemah. Pasti ribet. Pasti ribet.
Sepertinya semua perlengkapan sudah beres, tinggal berangkat menuju sekolah tercinta.

Pukul 06.30 WIB
                Akhirnya, sampai juga di sekolah. Selama setengah jam aku dan peserta kemah lainnya duduk-duduk menunggu peserta lain yang belum tiba. Hingga pukul 07.00, saat semua peserta telah berkumpul, sang ketua pelaksana menyampaikan kata sambutan. Tak lupa kami berdoa, memohon segala kemudahan dan kelancaran selama kemah berlangsung.
                Dua tronton besar yang akan mengangkut kami selama perjalanan, tampaknya sudah tidak sabar ingin melaju ke tujuan. Baiklah, saatnya kami berangkat. Semoga selamat.

Pukul 10.00 WIB
                Dua orang pria yang sepertinya merupakan Event Organizer (EO) dari acara ini, menyambut kami begitu kami sampai di tempatnya. Mereka menyuruh kami, mengeluarkan dua buah sarung yang kami bawa dan menyuruh kami agar memakainya sejalan dengan yang mereka contohkan. Istilahnya, sarung melayu.
                Aktivitas pertama yang kami lakukan di sana adalah berkeliling tanpa tujuan. Mengapa tanpa tujuan? Karena, memang tempat tujuan akhir dari perjalanan tersebut adalah tempat start sebelum kami berkeliling dan entah apa tujuan acara keliling tersebut. Jalan yang kami lalui adalah jalan setapak mungil yang dikelilingi sawah hijau dan rumah-rumah sederhana. Sangat indah memang.

Pukul 10.30 WIB
                Saatnya untuk ke saung tempat kami akan bermalam dan melakukan banyak aktivitas lainya di sana. Tidak jauh berbeda dengan acara keliling barusan. Kami juga melalui jalan setapak kecil dan sejauh mata memandang yang ada hanya sawah membentang dan gunung Tanjoleat yang menjulang.
                Bedanya, kali ini kami juga melewati sungai bagian dangkalnya. Kata EO-nya, namanya sungai Cidurian. Sungai ini bersebelahan dengan sungai Ciasahan. Hanya dipisahkan dengan bagian daratan yang agak naik ke permukaan. Bedanya, sungai Ciasahan mempunyai batu asahan yang bentuknya seperti lempengan yang nggak bisa dijumpai di sungai Cidurian. Keren, keren.
                Di antara dua sungai tersebut, kami disambut dengan segelas minuman segar khas Ciriko. Bisa disebut jus timun, karena komposisi dasar pembuatnya adalah timun. Rasa jus ini juga diseimbangkan dengan jeruk nipis dan sedikit gula agar rasanya menjadi manis tapi nggak keterlaluan.
                Setelah acara welcome drink tadi, sang EO, ketua pelaksana dan pembina memberi sambutan sekaligus pengarahan. Setelah itu, kami berjalan lagi menuju saung yang belum juga kesampaian.

Pukul 11.30 WIB
                “Waw, benar-benar alam sungguhan!” Mungkin itulah kalimat pertama yang muncul dalam benakku saat tiba di lokasi saung. Seingatku. Benar-benar indah dan sederhana. Ada empat saung dari bambu yang akan menjadi tempat bermalam kami nanti. Dua saung untuk ikhwan, dan yang lainnya untuk akhwat. Tidak besar, namun cukup nyaman. Tak lupa dua saung lagi untuk kegiatan serba guna, dua saung entah untuk apa dan lima kamar mandi yang terbentuk dari bambu-bambu juga.
                Di dalam saung tergeletak dua kasur tipis, cukup empuk. Di belakang saung terhampar sungai ciasahan yang enak dipandang mata. Oya, tempat kami berada sekarang, diapit oleh dua sungai. Yup! Sungai Cidurian dan Ciasahan.

Pukul 12.00 WIB
                Setelah menempatkan barang bawaan di saung masing-masing, kami berangkat ke saung serba guna untuk makan siang. Yummy!
                Tak lama setelah itu, kami sholat di tengah rerumputan beralaskan tikar biru tua berhadapan dengan gunung Tanjoleat yang bisa terlihat jelas sekali dengan mata telanjang. Sungguh sejuk, nikmat dan khusyuk.

Pukul 13.00 WIB
                Acara dilanjutkan dengan berbagai permainan-permainan unik dan menarik. Oya, sebelumnya kami diberikan ilmu tentang beberapa cara memakai sarung. Macam-macam namanya. Ada sarung melayu yang kami gunakan tadi, sarung jelajah dan sarung full body hardness. Sarung full body hardness digunakan di saat ingin menghadapi rintangan-rintangan outbond saja. Sedangkan, sarung yang wajib kami gunakan selama acara adalah sarung jelajah.
                Karena azan telah berkumandang, untuk sementara permainan dialihkan ke acara sholat Ashar. Setelah itu, kami bermain dan bermain lagi.

Pukul 17.00 WIB
                Kami disuguhi waktu untuk bersih-bersih diri hingga azan maghrib terdengar. Begitu waktu maghrib tiba, kami bergegas untuk sholat Maghrib di dalam saung serba guna, bukan di lapangan lagi karena hujan telah membuatnya basah.

Pukul 19.00 WIB
                Waktunya makan malam. Tapi nggak mudah untuk mendapatkan makanan itu, karena letaknya ada di seberang sungai dari tempat kami berada sekarang. Pilihannya hanya dua, kami harus menggunakan flying fox atau  melewati tali panjang untuk menyebrangi sungai. Nggak terlalu sulit kok. Tinggal menggunakan sarung sebagai tempat duduk selama bergelayut di flying fox. Yang nantinya sarung tersebut akan dikaitkan dengan tali yang sudah siap terpasang kuat dari ujung ke ujung.
                Wah, senangnya, akhirnya sampai juga ke seberang. Setelah itu, masih ada jalan setapak yang harus kita lewati lagi dengan beberapa langkah.
                Tak begitu jauh rasanya. Akhirnya, kami sampai juga di tempat makan malam. Yah... masih sama, bangunannya masih tampak seperti saung-saung bambu.

Pukul 20.00 WIB
                Setelah merasa kenyang, kami harus kembali lagi ke tempat awal. Masih mengandalkan flying fox tentunya.
                Sesampainya di seberang, hal pertama yang kami lakukan adalah sholat Isya berjamaah. Lokasinya di saung serba guna tadi.
                Sholat Isya sudah selesai. Selanjutnya, posisi kami bergeser sedikit ke saung sebelah untuk mendengarkan ceramah dari Pak Yasin, salah satu EO. Bukan hanya ceramah sih, tapi juga ada ice breaking, review isi ceramah dan juga tanya jawab. Walaupun mata terasa berat, tapi masih muncul keinginanku untuk tidak ketinggalan materinya.

Pukul 22.30 WIB
               Acara hari ini sudah ditutup. Kini, saatnya pergi ke pulau kapuk. Ah, akhirnya, bisa istirahat juga. Harus pasang alarm, supaya besok bisa bangun jam pagi sesuai komitmen bersama.

Senin, 27 Desember 2010

Pukul 04.00 WIB
                Hoaaahhmm... Ups, kalau menguap ditutup dong! Hehe... Untung nggak telat bangun. Walau rasanya tulang punggungku bergeser sedikit saking pegalnya, tapi hal itu nggak bisa dijadikan alasan untuk nggak bersemangat hari ini.
                Aku dan beberapa kawan satu saung langsung bergegas menuju kamar mandi, takut ngantri. Kami berwudhu untuk sholat Subuh di lapangan lagi.
                Setelah sholat subuh, ada muhasabah diri yang di sampaikan oleh Pak Yasin. Muhasabah yang satu ini, berbeda dengan muhasabah-muhasabah lain yang biasanya terlalu didramatisir sampai ngamuk-ngamuk saking sedihnya.
                Muhasabah yang satu ini, sangat sederhana, tapi isinya nyampe banget. Nggak membahas hal-hal sulit. Hanya mengangkat topik yang sebenarnya seharusnya sudah aku sadari dari dulu, tapi aku baru sadar saat ini. Padahal hal itu sangat mendasar.

Pukul 06.15 WIB
                Sarapan adalah aktivitas yang pas untuk mengisi jam ini. Kami harus menyebrangi sungai lagi, namun tidak dengan flying fox. Tapi berjalan. Ya, berjalan menembus arus sungai.
                Arusnya cukup deras, tapi tidak hingga menyeret kami. Hanya beberapa batu kecil dan besar yang mengganggu kaki-kaki kami untuk berjalan lebih lancar.
                Seusai makan, lagi-lagi kami harus melewati sungai tadi. Kali ini, arusnya deras sekali. Jika tidak kuat berpegangan dengan tali, kami bisa terseret arusnya dan hanyut entah ke mana. Untungnya kami masih muda dan sehat wal afiat, jadi rintangan seperti ini masih bisa kami hadapi.

Pukul 07.00 WIB
                Hore! Moment favoritku akhirnya hadir juga. Ya, hiking. Menanjak gunung Tanjoleat. Walau kaki terasa pegal, tapi tetap senang, senang dan senang. Yah... tapi tidak sampai di puncak. Karena, waktu yang membatasi.
                Okay, fine... kita turun. Mungkin udah lima kali lebih aku terpeleset saat mencoba menuruni gunung ini. Tapi, nggak apa-apa. Itu wajar dan kayaknya bakal nggak seru kalau nggak sempet kepeleset.
                Ahh... akhirnya, sampai juga di bawah. Langsung deh, kami ceburkan diri di sungai Ciasahan. Bbrrr... segaaarrr!!! Sekalian cuci sarung dan pakaian yang kotor berselimut tanah-tanah gunung.
                Setelah itu, masih ada beberapa permainan lagi. Wah, main terus nih.

Pukul 11.30 WIB
                Saatnya mandi, bersih-bersih dan bersiap untuk pulang. Pulang??!! Ihh... sedih deh... Kayaknya belum mau, tapi mau bagaimana lagi? Waktulah yang membatasi.
                Sebelum pulang, kami sholat dulu. Sholatnya dijamak taqdim,  Zuhur dan Ashar.
                Setelah sholat, saatnya kami meninggalkan lokasi ini dan pergi ke seberang untuk makan siang terakhir di Ciriko. Tentunya masih menggunakan flying fox, namun kali ini bersama dengan barang-barang bawaan. Tapi tunggu, sebelumnya foto-foto dulu dong.

Pukul 14.00 WIB
                Makan siang sudah, tinggal pulang. Tapi, tronton belum datang, jadi kami masih menunggu dan ngobrol-ngobrol dahulu.

Pukul 15.00 WIB
                Tronton datang. Sebelum beranjak ke tronton, kami mengadakan penutupan dan do’a bersama terlebih dahulu. Tak lupa kami juga bersalaman dengan EO-nya, mengucapkan terimakasih.
                HUUAAA...!!! Nggak mau pulang...! Tapi harus. Berkesan sekali Ciriko bagiku. Memang cuma dua hari. Tapi, nggak tahu bakal mengenangnya sampai kapan. Benar-benar seru, kotor, asyik, penuh makna dan tentunya alam banget! Kayaknya, nggak bakal bisa melupakannya. Nggak akan bisa.

Post a Comment

0 Comments