Belajar di Kedokteran, Apa Rasanya?

Hai, para penjelajah dunia maya... Malam ini sedikit mau berbagi cerita di tengah suasana yang sedikit menjenuhkan. Mungkin tulisan ini agak menjurus ke curcol nantinya. Hehe.... Mungkin aku akan sedikit bercerita tentang berbagai kesanku selama aku menempuh pendidikan dokter di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini. Meskipun statusku adalah masih seorang maba di sini.

"Welcome to the jungle! Selamat datang di hutan ini...." Kata-kata itulah yang menjadi kata sambutan untuk aku dan kawan-kawan maba pendidikan dokter beberapa bulan yang lalu. Hiii... kok hutan ya? Kenapa kuliah kedokteran malah dibilang hutan? Semengerikan apa sih hutan kedokteran itu?


Belajar di kedokteran artinya bakal jadi dokter dong. Kedengarannya keren ya. Ya, kedengarannya memang keren karena profesi dokter tampaknya punya gengsi tersendiri untuk kebanyakan orang di Indonesia. Dokter itu pasti dianggap sebagai seorang yang pintar dan banyak duitnya. Mungkin itu juga alasan kebanyakan para lulusan SMA yang berebut bangku kuliah pendidikan dokter sehingga angka peminat Fakultas Kedokteran mayoritas menjadi yang terbanyak di setiap universitas.

Sebenarnya enak nggak sih kuliah di kedokteran? Meskipun baru tahun pertama, bahkan semester pertama, aku udah punya kesan dan opini tersendiri selama menempuh perjuangan di kedokteran ini. Kalau boleh jujur nih, kuliah di kedokteran itu nggak enak. Sumpah! Ya, memang nggak enak kalau menjalankannya bukan karena keinginan sendiri atau bukan dilandasi niat yang tulus untuk belajar di kedokteran ini. Bisa jadi karena paksaan keluarga atau nggak sengaja iseng-iseng kecemplung di jurusan ini.


Kuliah di kedokteran itu, kalau diikuti prosesnya betul-betul, rasanya hanya sedikit waktu untuk bernafas. Maksudnya hanya sedikit waktu untuk bermain-main, waktu kita akan banyak terpakai untuk mengerjakan tugas, membaca, menghafal, dan pastinya mempelajari banyak hal karena memang ilmunya banyak sekali. Bukunya tebel-tebel. Dalam hal ini, keterampilan dalam menggunakan waktu menjadi hal yang penting.

Aku jadi ingat saat pertama kali aku mengikuti kegiatan ospek. Di sesi pemberian materi yang dibawakan oleh kakak senior yang sudah lulus, Kak Surya namanya, dia menanyakan kepada kami para maba, "Apa sih alasan kalian masuk kedokteran?" Saat itu Kak Surya berbicara panjang lebar soal pahitnya kuliah di kedokteran, terlebih lagi gaji dokter pemula yang sangat rendah. Lebih rendah dibanding gaji buruh. Sudah sekolah susah-susah, pelajarannya berat, bayarannya mahal, diperlakukan tidak layak saat menjadi seorang koas, eh... waktu udah jadi dokter hidupnya nggak langsung enak. Harus kerja keras, bertahap, baru sukses. Belum lagi, di kedokteran itu ada yang namanya kode etik kedokteran. Jikalau saat menjalankan profesi dokter kita melanggar kode etik tersebut, status dokter kita bisa dicabut dan kita tidak bisa dibilang seorang dokter lagi. Lalu, apalah arti perjuangan kuliah bertahun-tahun untuk meraih gelar dokter itu?

Saat itu kami para maba, ditantang dengan suatu pertanyaan miris, "Jadi, kalian masih mau jadi dokter? Yakin nggak? Kalau nggak yakin, mendingan keluar dari sekarang aja daripada menyesal nantinya..." Begitu katanya. Kami para maba hanya bisa terdiam. Beberapa orang menunjukan wajah yang setengah yakin dan sedikit pucat. Bagaimanapun saat itu kami masih mempertahankan niat awal kami menjadi seorang dokter dengan alasan masing-masing.

Untuk menjadi seorang dokter bukanlah hal yang instan. Butuh proses. Dan yang lebih penting butuh niat, tekad, kesabaran, keikhlasan dalam menjalankan proses itu. Untuk menjadi dokter, tidak bisa karena paksaan, tidak bisa karena keinginan orang lain, harus kemauan tulus dari dalam diri sendiri. Jadi, walau berat, walau jatuh, kita bisa kembali melihat tujuan awal kita saat memilih untuk menjadi dokter. Dan syukur Alhamdulillah, aku duduk di bangku kedokteran ini karena kemauanku sendiri. Jadi, aku selalu punya alasan untuk tidak mundur dan menyerah ketika rintangan datang silih berganti.

Belajar di kedokteran itu enak. Ya, nikmat kalau kita memang suka, memang cinta dengan ilmunya. Bayangkan saja, belajar ilmu kedokteran itu seperti mempelajari diri sendiri. Kita juga belajar memanusiakan manusia, belajar memahami orang lain. Banyak hal yang akan kita pelajari di kedokteran yang nggak bisa aku sebutkan satu-persatu. Namun, dari semua hal penting yang dipelajari di sini, ada satu poin penting yang tidak boleh terlupa. Yakni bahwa profesi dokter itu bukan hanya untuk duniawi. Seorang dokter bukan hanya mengabdi pada manusia, kepada bangsa dan negara, tetapi seutuhnya mengabdi pada Tuhannya, kepada Allah SWT.

Bisa dianalogikan seperti ini. Allah itu kan Maha Penyembuh. Nah, kalau dokter itu tugasnya hanya mengobati, bukan menyembuhkan. Lewat usaha seorang dokter untuk mengobati itulah nantinya dengan izin Allah dan kuasa-Nya akan turun berkah kesembuhan. Jadi, bisa dibilang dokter itu seperti tangan-Nya Tuhan. Kalau kata Dokter Panondang, salah satu dosenku yang sangat menginspirasi, "Itulah tugas kalian yang nanti akan menjadi dokter masa depan. Ya mungkin memang itulah jalan hidup kalian yang sudah tertulis di lauh mahfuz". Subhanallah... merinding rasanya ketika membayangkan hal itu.

Nah, sudah kebayang kan gimana kuliah kedokteran itu? Ya, mungkin sulit untuk benar-benar merasakannya kalau hanya dengan membaca tulisan singkat ini. Yang jelas, kita punya pilihan dalam hidup kita masing-masing. Profesi dokter bukan satu-satunya profesi mulia dan terhormat. Masih banyak profesi lain yang lebih hebat. Tidak perlu meraih profesi yang orang anggap itu hebat, yang penting kita bisa membuat apapun yang kita kerjakan menjadi sesuatu yang hebat, dalam artian dilandaskan untuk meraih keridhoan-Nya dan keberkahan-Nya. Bahkan seorang penjual sayur saja bisa hidup nikmat jika hidupnya penuh keberkahan dari-Nya. Dan perlu diingat, tidak semua dokter itu adalah baik. Bahkan ketika sudah menjadi dokter nanti, kitalah yang menentukan ingin menjadi dokter yang seperti apa? Apakah ingin menjadi dokter malaikat atau dokter yang banyak maksiat? Ingat, kata Dokter Panondang, "Dokter yang sukses itu bukanlah dokter yang banyak pasiennya, tapi dokter yang sukses adalah dokter yang masuk surga." Subhanallah.... Kembali lagi, semua adalah pilihan.


Lalu ketika kita bingung menentukan pilihan itu, apa yang harus kita lakukan? Aku jadi teringat kembali kalimat dari Ustazah Irene di acara Chatting dengan YM yang aku tonton beberapa bulan lalu. Kalimat itu sangat mengena di hatiku hingga sekarang aku masih bisa mengingatnya. "Mintalah hidup kita diatur oleh Allah," ujarnya begitu. Ya, Dialah yang Maha Tahu tentang diri kita, apa yang baik untuk kita dan apa yang tidak baik bagi kita. Memang sudah seharusnya semua urusan yang telah kita usahakan kita kembalikan pada-Nya.

Sepertinya sampai di sini dulu ya, Teman-teman. Aku sudah bingung mau nulis apa lagi. Hehe.... Tetapi setelah menulis ini, aku merasa lebih lega. Dan aku senang bisa kembali menunaikan rutinitasku di blog ini. Semoga tulisan ini bisa menginspirasi siapapun yang membacanya.

Salam hangat dan tetap semangat^^

Post a Comment

0 Comments