Si Pembuat Onar



Jam 3 sore tadi, aku baru sampai dari rumah sepulang dari kos di Ciputat. Mobil dan motor terparkir rapi di depan rumah, tanda semua penghuni tidak ada yang pergi. Tapi suasana hening sekali. Rupanya mama lagi tidur di kamar dan papa tertidur di ruang televisi, sedangkan adik-adikku beraktivitas di kamarnya masing-masing.

Kuletakkan tas bawaanku di meja ruang tengah. Lalu menyapa adikku yang ada di dalam kamar. Setelah bercanda ria sebentar, ku hampiri kamar mamaku. Ada mama tertidur pulas di dalam. Lampu kamar mama dimatikan hingga tidak terlalu jelas penglihatan di dalam kamar.

Karena badanku cukup letih, aku langsung saja hendak menggelosor ke kasur. Tapi belum sampai seluruh tubuh jatuh ke kasur, kucium bau tak sedap dari kamar ini, terutama dari kasur. Aku tersentak, mengangkat kakiku yang sudah setengah menempel di kasur. Bau itu semakin menyengat. Membuat mual. Rupanya ada tahi kucing tumpah di sana. Konsistensinya lunak seperti bubur. Banyaknya lumayan, mungkin kalau ditumpahkan bisa mengisi satu mangkuk besar. Sontak aku berteriak. Dan refleks lari keluar kamar. Padahal celanaku sudah ternoda. Alhasil bau itu malah menyengat ke seisi rumah.

Adik-adikku ikutan heboh. Ada apa? Dilihatlah oleh mereka ada tahi kucing di atas kasur di sebelah mama yang sedang tertidur pulas. Sejak kapan tahi itu ada di sana? Seisi rumah jadi gempar. Bukannya langsung dibersihkan, kami malah tertawa terpingkal-pingkal seraya membangunkan mama yang belum sadar juga. 

Mama yang baru bangun tampak kebingungan. Lalu mukanya berubah kesal. Apanya yang lucu? Kata mama. Ayo bersihkan!

Ini pasti ulah si Tabi, kucing yang sehari-hari betah di rumah kami karena diberi makan 3x sehari oleh adikku, Roro. Beberapa hari ini dia memang sering kepergok lagi tidur di kasur mama. Kalau udah kepergok baru deh si Tabi lari keluar kamar.

Sebenarnya ada satu lagi yang jadi tersangkanya, yaitu si Bocil. Kucing satu lagi yang tinggal di rumah. Tapi Bocil lebih suka tidur di keset depan kulkas. Jadi, tuduhan kami lebih mengarah ke Tabi.
Akhirnya Roro yang dianggap sebagai pengurus tetap kucing tersebut bertanggung jawab terhadap ulah kucing-kucingnya. Dia bersama mama membersihkan sprei dan kasur sekaligus mengepel seisi rumah.

Sebenarnya aku juga bersalah karena menebarkan aroma tahi kucing ke seisi rumah. Tapi aku langsung kabur ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan mengganti pakaian.

Sedangkan papa seperti biasa. Telat menyadari semuanya. Papa baru terbangun saat kami sedang sibuk menormalisasi keadaan. Sedangkan tadi saat kami teriak-teriak dan tertawa terpingkal-pingkal papa masih tidur pulas sampai mendengkur.

Terakhir sebagai hukumannya, Tabi tidak boleh masuk rumah kami selama 1x24 jam dan dilarang masuk kamar untuk selamanya. Bocil tetap dapat aturan yang sama, karena statusnya masih tersangka. Semoga mereka jera.

Post a Comment

0 Comments