Menulis tentang Menulis



Malam sudah larut. Tetapi mata ini belum saja bisa terpejam. Entah kemana arah rombongan kalimat ini akan berjalan. Yang jelas tujuanku hanya satu. Ya, malam ini aku ingin menulis.

Karena nggak tahu apa yang akan dibahas, mungkin aku hanya sedikit ingin menulis tentang menulis. Menulis? Apa itu menulis? (Maunya serius tapi jadi bercanda). Ya, aku tidak tahu mengapa aku terlahir sebagai seorang perempuan yang suka menulis.
Banyak orang bilang menulis itu membosankan, tidak seru, atau kurang asyik. Tetapi bukankah setiap orang punya hobi masing-masing? Dan entah mengapa aku senang menjadi seseorang yang suka menulis. Dan aku selalu punya seribu satu alasan untuk kembali menggenggam pena-ku atau memainkan tuts-tuts keyboard laptopku demi merangkai kata demi kata.

Buatku writing is freedom. Aku bisa menulis kapan saja. Saat aku senang, datar, protes, marah, ataupun sedih. Entah kenapa saat emosi sedang memuncak dan kata-kata tumpah begitu saja melalui tulisan, saat itu juga seperti ada gaya yang meredam emosi itu kuat-kuat. Mengulur-ngulur benang emosi yang kusut itu dan menata hati kembali menjadi rapi. Dengan menumpahkan segala luapan emosi itu melalui tulisan, aku merasa menjadi lebih mudah mengontrol diri.

Writing is the best memory storage. Kadang lucu ketika membaca tulisan lama tentang suatu pengalaman. Mengingat kembali detail peristiwa yang terjadi di masa lalu. Dan suatu pengalaman menjadi terasa berharga dan autentik ketika diabadikan dengan sebuah tulisan.

Writing is world of imagination. Terkadang menulis bisa membuka ruang pikiranku ke hal-hal yang luar biasa. Ketika menulis sebuah cerita fiktif, aku bebas memilih siapa tokohnya, bagaimana karakternya, apa yang terjadi dalam hidupnya, happy ending-kah, sad ending-kah, dan lain-lain. Bukankah einstein pernah bilang, "imagination is more important than knowledge."

Writing is self reflection. Ketika menulis dan meluapkan segenap perasaan hati, rasanya seperti berkaca saja. Terkadang aku tidak bisa memahami diriku sendiri. Terkadang aku kesal, menyesal, dan kecewa pada diri sendiri. Tetapi kata-kata yang aku tulis bagai sebuah cermin yang meminta aku untuk berkaca. Berkaca tentang isi jiwa dan pikiranku yang nyatanya abstrak dan tak terlihat. Tapi menulis membuatku lebih memahami diriku sendiri dan menyadari bahwa apa yang aku lakukan itu salah atau benar. Dan aku jadi lebih memahami betapa takdir yang menghinggapi kehidupanku memiliki banyak hikmah. Pada akhirnya aku jadi lebih banyak bersyukur.

Dan aku menduga bahwa menulislah yang menguatkan karakter dan kepribadianku sekarang ini. Setelah beberapa kali aku membaca ulang tulisan di buku harianku, aku seperti mengikuti sebuah perjalanan hati. Perjalanan akan pencarian jati diri. Bahkan mungkin sekarang aku masih belum selesai menempuh perjalanan itu.

Karena itulah, aku akan membiarkan menulis menjadi teman hidup sampai akhir hayatku. Biar semua kenangan terekam dalam setiap rajutan kata-kata dan kalimat. Biar setiap emosi meleleh dengan kata-kata. Biar imajinasi dan ide-ide brilian selalu meledak-ledak dalam cerebrum ini.

Sekalipun nanti aku InsyaAllah akan berprofesi menjadi seseorang berjas putih dan berkalungkan stetoskop, rasanya aku tidak pernah ingin meninggalkan penaku dan tuts-tuts keyboard laptop-ku. Karena kata-kata dan kalimat telah terlanjur membuaiku hingga aku terlampau cinta bermain-main dengan mereka.
Sudah setengah mengantuk. Selamat tidur.

Post a Comment

1 Comments

bay said…
woow, hidup untuk menulis